20130609

Rahsia Hati ;)

~✿~✿~✿~
بسم الله الرحمن الرحيم
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
~✿~✿~✿~✿~✿~

" Tersingkapnya Rahsia Hati "

Oleh : Musafir Mesir, Dr.Itoshi, 30 Rejab 1434 H

PENGENALAN

Perang Tabuk (Bahasa Arab: غزوة تبوك‎) merupakan salah satu peristiwa peperangan dalam Islam. Dalam sejarah Islam, peperangan ini merupakan skop peperangan terakhir bagi Nabi Muhammad s.a.w. Perang ini telah berlaku pada bulan Rejab ketika tahun ke-9 Hijrah (Oktober 631 M). Keadaan cuaca pada ketika itu adalah terlalu panas terik dan tempat berlakunya peperangan itu, Tabuk merupakan destinasi padang pasir yang terlalu jauh menyukar para musafir.

Perang ini terkenal dengan nama perang Tabuk, dinisbahkan kepada sebuah tempat yaitu mata air Tabuk, tempat tujuan pasukan Islam (yang tengah bersafar). Asal nama ini terdapat dalam Shahih Muslim, diriwayatkan dari Mu’adz bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Besok kalian insya Allah akan menuju mata air Tabuk, dan sungguh kalian tidak akan mendatanginya hingga matahari meninggi, maka barangsiapa yang telah sampai disana janganlah membasuh dengan air (maksudnya berwudhu untuk solat Zuhur) hingga aku sampai”. (HR Muslim 4/1784)

Ada nama lain untuk perang ini iaitu perang ‘Usrah, dan telah ditetapkan penamaan ini dalam Al Qur’an Al Karim ketika menceritakan tentang perang ini, dalam surat At Taubah, Allah Ta’ala berfirman (yang ertinya), “Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang Anshar yang mengikuti Nabi dalam masa ‘usrah (kesulitan), setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka” (QS At Taubah : 117)

Al Bukhari meriwayatkan dengan sanad yang sampai kepada Abu Musa Al Asy’ari, beliau berkata, “Sahabat-sahabatku mengutusku menemui Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta sejumlah hewan tunggangan karena mereka telah mengambil bagian dalam perang ‘Usrah, yaitu perang Tabuk…”, dan Al Bukhari memberi judul bab, “Bab Perang Tabuk yaitu Perang ‘Usrah”. 
(Shahih Al Bukhari 5/150 no 4415)

Disebut dengan perang ‘usrah kerana berbagai macam kesulitan dijumpai oleh kaum muslimin, cuaca buruk, jarak tempuh yang sangat jauh, perjalanan yang sulit karena sedikitnya bekal dan ransum yang dibawa oleh kaum muslimin menuju medan tempur, sedikitnya air selama safar yang panjang padahal mereka menghadapi cuaca yang sangat terik, juga sedikitnya harta yang dibawa oleh pasukan, maupun yang diinfakkan untuk mereka. Dalam tafsir Abdur Razzaq dari Ma’mar bin ‘Uqail beliau berkata, “Mereka keluar dengan kenampakan jumlah pasukan yang sedikit, cuaca yang sangat terik, hingga para pasukan terpaksa membunuh unta-unta, kemudian membelah perutnya untuk mengambil cadangan air dalam perut unta tersebut, itulah krisis air yang terjadi waktu itu”

Al Faruq Umar bin Khathab menceritakan beratnya rasa haus yang dialami kaum muslimin waktu itu, “Kami keluar bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menuju medan Tabuk, dalam cuaca terik yang teramat sangat, dan kami merasa teramat haus hingga mengira leher-leher kami akan putus, sampai-sampai jika salah seorang dari kami ingin pergi untuk membuang hajat dan ia tak kunjung kembali, kami mengira lehernya telah putus (karena mati kehausan), dan sampai-sampai seseorang menyembelih untanya (padahal unta adalah harta dan perbekalan perang yang sangat penting ) untuk membelah perutnya kemudian minum cadangan air dalam perutnya tersebut”

Ada nama ketiga untuk perang ini, yaitu Al Fadhahah. Az Zarqaniy rahimahullah meriwayatkan dalam kitabnya “Syarh Al Mawahib”, dinamai demikian karena perang ini menyingkap hakikat kaum munafiqin, membongkar kedok mereka, membuka rencana permusuhan dan kedengkian mereka, serta membuka jati diri mereka yang keji.

Adapun lokasi Tabuk terletak di utara Hijaz, 778 mil dari kota Madinah, dan merupakan wilayah kekuasaan penguasa Romawi waktu itu.

SEBAB TERCETUS AL-GHUZWAH

Ahli Sejarah mengatakan tercetusnya peperangan ini kerana keinginan dari Empayar Rom ketika itu. Empayar Rom merupakan sebuah kerajaan yang besar dan kuat ketika itu dan selalu mencapai kemenangan apabila berperang. Akibat kekuatan tentera Rom yang semakin kuat dan gagah, Maharaja Rom ketika itu berasa mereka perlu mengembangkan pengaruhya sehingga ke negeri-negeri Arab. Disamping itu mereka mendapat khabar yang memberitakan sebuah kerajaan baru yang digelar Islam sedang mula meluaskan sayapnya di seluruh tanah Arab. 

Lalu Maharaja Rom berhasrat besar untuk menyerang wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Muhammad ketika itu. Rasulullah telah mendapat berita berkenaan keinginan Maharaja Rom itu. Kaum Islam ketika itu tidak berhasrat sama sekali untuk mengadakan pertempuran dengan kerajaan Rom kerana mereka berhasrat untuk meneruskan kehidupan harmoni dan tenteram di bawah pemerintahan Rasulullah. Walau bagaimanapun kaum Muslimin perlulah bersiap sedia dalam menghadapi apa-apa propaganda dari musuh Islam.

Namun, Ibnu Katsir berpendapat bahawa sebab peperangan Tabuk yang paling dasar ialah dalam rangka menunaikan kewajiban berjihad (maksudnya memerangi suatu negara/kaum sebagai sarana untuk membebaskan negara tersebut dari peribadatan kepada selain Allah ). 

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bertekad untuk memerangi Romawi, karena merekalah kaum yang paling dekat kepada Islam, juga kaum yang paling utama untuk disampaikan dakwah kepada al haq, dan dalam rangka mendekatkan mereka pada Islam dan pemeluknya. 

Allah Ta’ala berfirman “Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka merasakan sikap keras dari kalian, dan ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertakwa” (QS. At Taubah : 123)

Pendapat Ibnu Katsir ini lebih sesuai dari pendapat-pendapat ahli sejarah lain tentang sebab perang Tabuk, karena perintah yang mendasari adanya kewajiban jihad ialah memerangi kaum musyrikin, kemudian jika telah tertunaikan (perang Tabuk dilaksanakan setelah Fathu Makkah), barulah memerangi ahli kitab yang menghambat dakwah Islam dan melakukan provokasi terhadap kaum muslimin.

Namun tidak dinafikan tentang kemungkinan juga apa yang disebutkan oleh para ahli sejarah, bahawa sebab perang Tabuk diawali dari keinginan Romawi untuk memerangi kaum muslimin, dalam rangka mencegah adanya kemungkinan terlepasnya daerah-daerah jajahan Romawi yang lainnya.

Perang Tabuk terjadi ketika kaum muslimin tengah bersiap menghadapi kemungkinan serangan dari wilayah Ghassan, Syam. 

Peristiwa ini terakam dalam Shahih Bukhari, dari hadis Umar bin Khathab yang menanyakan perihal Nabi yang tengah memboikot istri-istrinya selama sebulan. Umar berkata, “Sebelumnya, kami telah saling berdiskusi bahwa Ghassan tengah mempersiapkan kendaraannya untuk memerangi kami. Pada hari dimana seharusnya ia datang, sahabatku seorang Anshar menghadiri majelis lalu kembali menemuiku setelah shalat Isya’, dan mengetuk pintu rumahku dengan sangat keras seraya berkata, ‘Cepat buka!’, maka aku pun segera keluar menemuinya. Ia berkata, ‘Sungguh telah terjadi perkara besar!’. Aku bertanya, ‘Perkara apa? Apakah Ghassan telah datang?’. Ia menjawab, ‘Tidak, bahkan yang lebih besar dari itu. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah menceraikan/mengasingkan diri dengan istri-istrinya…”

TERSINGKAPNYA RAHSIA HATI

Melalui peperangan ini maka tersingkaplah rahsia hati dan tahap keimanan para muslimin ketika itu, ada yang benar-benar ikhlas dan beriman, ada yang menipu, ada yang bertangguh dan sebagainya. Boleh disenaraikan kepada beberapa golongan :

GOLONGAN PERTAMA 

Mereka merupakan golongan yang sentiasa membenarkan dan beriman kepada Allah S.W.T dan Raulullah S.A.W, apabila diisytiharkan berkenaan persiapan untuk berjihad dan infaq fi sabilillah, mereka segera menyahut akan seruan itu.

Terdapat beberapa kisah di sini yang menarik untuk dijadikan pedoman kita semua dalam berjuang harta,nyawa dan tenaga pada jalan Allah S.W.T 

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memotivasikan para shahabat untuk berinfaq dalam perang Tabuk, dengan ganjaran yang besar di sisi Allah Ta’ala. Maka berinfaqlah para shahabat, seperti Uthman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Abdurrahman bin Hubab menceritakan tentang infaq Utsman, beliau berkata :

 عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ خَبَّابٍ قَالَ شَهِدْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَحُثُّ عَلَى جَيْشِ الْعُسْرَةِ فَقَامَ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ عَلَيَّ مِائَةُ بَعِيرٍ بِأَحْلَاسِهَا وَأَقْتَابِهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ حَضَّ عَلَى الْجَيْشِ فَقَامَ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ عَلَيَّ مِائَتَا بَعِيرٍ بِأَحْلَاسِهَا وَأَقْتَابِهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ حَضَّ عَلَى الْجَيْشِ فَقَامَ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ عَلَيَّ ثَلَاثُ مِائَةِ بَعِيرٍ بِأَحْلَاسِهَا وَأَقْتَابِهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَأَنَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْزِلُ عَنْ الْمِنْبَرِ وَهُوَ يَقُولُ مَا عَلَى عُثْمَانَ مَا عَمِلَ بَعْدَ هَذِهِ مَا عَلَى عُثْمَانَ مَا عَمِلَ بَعْدَ هَذِهِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ السَّكَنِ بْنِ الْمُغِيرَةِ وَفِي الْبَاب عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَمُرَةَ

“Aku menyaksikan Nabi salallahu ‘alaihi wa sallam memotivasi para shahabat dalam Jaisy Al ‘Usrah (yaitu Perang Tabuk), maka Uthman bin Affan berdiri dan berkata, ‘Wahai Rasulullah! Aku akan memberikan 100 unta lengkap dengan muatan dan pelananya di jalan Allah!’. Lalu Nabi sallallaahu ‘alaihi wa sallam memotivasi lagi, dan Uthman kembali berdiri dan berkata, ‘Wahai Rasulullah! Aku akan memberikan 200 unta lengkap dengan muatan dan pelananya di jalan Allah!’. Lalu Nabi sallallaahu ‘alaihi wa sallam memotivasi lagi, dan Uthman kembali berdiri dan berkata, “Wahai Rasulullah! Aku akan memberikan 300 unta lengkap dengan muatan dan pelananya di jalan Allah!’. Maka aku melihat Rasulullah turun dari mimbar dan berkata, ‘Tidak ada bagi Uthman sesuatu yang akan menimpanya setelah ini, tidak ada bagi Uthman sesuatu yang akan menimpanya setelah ini’. 
(Diriwayatkan oleh At Tirmidzi 5/626)

Dari Abdurrahman bin Samurah radhiyallaahu ‘anhuma beliau berkata

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ جَاءَ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَلْفِ دِينَارٍ فِي ثَوْبِهِ حِينَ جَهَّزَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَيْشَ الْعُسْرَةِ قَالَ فَصَبَّهَا فِي حِجْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَلِّبُهَا بِيَدِهِ وَيَقُولُ مَا ضَرَّ ابْنُ عَفَّانَ مَا عَمِلَ بَعْدَ الْيَوْمِ يُرَدِّدُهَا مِرَارًا

“Uthman bin Affan datang kepada Nabi sallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa 1000 dinar dalam kantong pakaiannya, ketika itu Nabi sallallaahu ‘alaihi wa sallam tengah mempersiapkan pasukan dalam Jaisy Al ‘Usrah, maka Nabi sallallaahu ‘alaihi wa sallam menerimanya dan berkata, ‘Tidak ada yang dapat membahayakan Ibnu ‘Affan setelah hari ini (yaitu jaminan syurga atas Uthman radhiyallaahu ‘anhu)’, beliau mengulang-ulang perkataan ini” 
(Musnad Imam Ahmad 5/63)

Adapun Umar bin Khattab, beliau bersadaqah dengan separuh hartanya, dan beliau menjangka mampu mengalahkan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhuma. Al Faruq sendiri yang menceritakan, beliau berkata,

 أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا أَنْ نَتَصَدَّقَ فَوَافَقَ ذَلِكَ مَالًا عِنْدِي فَقُلْتُ الْيَوْمَ أَسْبِقُ أَبَا بَكْرٍ إِنْ سَبَقْتُهُ يَوْمًا فَجِئْتُ بِنِصْفِ مَالِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَبْقَيْتَ لِأَهْلِكَ قُلْتُ مِثْلَهُ قَالَ وَأَتَى أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِكُلِّ مَا عِنْدَهُ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَبْقَيْتَ لِأَهْلِكَ قَالَ أَبْقَيْتُ لَهُمْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ قُلْتُ لَا أُسَابِقُكَ إِلَى شَيْءٍ أَبَدًا

“Rasululllah sallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami pada suatu hari untuk bersadaqah, dan waktu itu aku tengah memiliki sejumlah harta, maka aku berkata, ‘Kalau ada satu hari dimana aku bisa mengalahkan Abu Bakar, inilah harinya”. Maka aku datang dengan membawa separuh dari hartaku, maka Rasulullah sallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Apa yang engkau nafkahkan kepada keluargamu?’, aku jawab, ‘Sejumlah itu (karena beliau membagi separuh hartanya )’. Kemudian datang Abu Bakar radhiyallaahu ‘anhu membawa semua yang dia miliki, dan Rasulullah sallallaahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Apa yang engkau sisakan untuk keluargamu?’, Abu Bakar menjawab, ‘Aku tinggalkan untuk mereka, Allah dan Rasul-Nya’. Aku pun berkata, ‘Tidak akan pernah aku mengalahkan Abu Bakar selama-lamanya’”. 
(Sunan Abi Daud 2/312 dan 313, no. 1678)

Diriwayatkan bahwa Abdurrahman bin Auf berinfaq dengan 2000 dirham, dan itu adalah separuh dari harta yang beliau miliki saat itu, untuk keperluan perang Tabuk
 (lihat As Sirah fi Dhau’ Al Mashadir Al Ushuliyah hal. 616)

Juga diriwayatkan bahwa sahabat lainnya berinfaq dalam jumlah yang besar, seperti Al ‘Abbas bin ‘Abdul Muthalib, Thalhah bin ‘Ubaidillah, Muhammad bin Maslamah, dan ‘Ashim bin ‘Adi radhiyallahu ‘anhum
 (lihat Al Maghazi Al Waqidi 3/391)

Tidak ketinggalan, para sahabat yang berasal dari golongan fuqara’, mereka juga menyumbangkan apa yang mereka miliki. Hal ini kemudian menjadi bahan  sindiran dan ejekan kaum munafiqin. Alkisah, Abu ‘Uqail datang dengan membawa setengah sha’ kurma, kemudian kaum munafiqin datang dengan membawa infaq yang lebih banyak, dan berkata, “Sungguh Allah tidak ingin atas sadaqah sesedikit itu, tidaklah orang berinfaq sedemikian rupa melainkan hanya untuk riya’”. Kemudian turun ayat :

الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ

“(Orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya”  (QS. At Taubah : 79)

Maka setelah turun ayat tersebut, mereka ganti berkata, “Tidaklah (Abdurrahman) Ibn ‘Auf bersedekah melainkan karena riya”. Mereka pun mempermasalahkan sadaqah orang-orang kaya dengan sebutan riya’, dan mengejek sadaqah orang-orang faqir.

Maka bersedihlah para fuqara’ dari kalangan mukminin, karena mereka tidak memiliki harta yang dapat digunakan untuk berjihad. Adalah ‘Ulbah bin Zaid, ia solat malam dan menangis dalam solatnya, beliau berkata, “Ya Allah sungguh Engkau telah perintahkan aku untuk berjihad, dan aku sangat ingin untuk itu, namun tidak Engkau jadikan di sisiku ini apa yang dapat membantuku dalam memperkuat kedudukan Rasul-Mu”. Maka hal ini pun sampai kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau mengabarkan bahwa ‘Ulbah telah diampuni. (diriwayatkan dari jalur yang lemah, namun terdapat beberapa syahid yang shahih, lihat Al Mujtama’ Al Madani lil ‘Umari hal. 235)

Dalam kisah ini dapat dipetik pelajaran tentang keikhlasan, dan cinta akan jihad dalam rangka menolong agama Allah dan menyebarluaskannya. Terdapat juga faedah betapa lembutnya Allah terhadap kaum dhu’afa dari kalangan mukminin, yang mereka sangat bersemangat untuk beramal
 (lihat Muhammadur Rasulullah, Shadiq ‘Arjun 4/443)

Ada pula sebagian sahabat yang menyumbangkan tenaga. Kaum ‘Asy’ariyun dipimpin oleh Abu Musa Al Asy’ari meminta kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sejumlah unta dan kendaraan agar dapat turut serta dalam jihad. Namun tidak ada unta yang dapat dinaiki dan berselang beberapa waktu, akhirnya mereka memperoleh tiga ekor unta. (lihat Al Mujtama’ Al Madani hal. 236)

GOLONGAN KEDUA

Golongan kedua ialah golongan munafik yang meminta izin untuk tidak pergi berjihad dan merasa gembira dengan tindakannya itu dan dirakamkan dalam ayat 81 surah At-Taubah.

Seorang ketua kaum munafik Arab ketika itu yang bernama Abdullah bin Ubai telah meminta keizinan kepada Rasulullah untuk menyertai peperangan. Sebilangan dari kaum munafik tidak mahu menyertai peperangan dengan alasan cuaca yang terlalu panas yang mampu melemahkan mereka. Pada mulanya Rasulullah bersetuju untuk menerima permohanan Abdullah bin Ubai, namun Allah telah menegur perbuatan Rasulullah itu dengan menurunkan firmannya dalam Al-Quran:

فَرِحَ الْمُخَلَّفُونَ بِمَقْعَدِهِمْ خِلافَ رَسُولِ اللَّهِ وَكَرِهُوا أَنْ يُجَاهِدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَقَالُوا لا تَنْفِرُوا فِي الْحَرِّ قُلْ نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرًّا لَوْ كَانُوا يَفْقَهُونَ 

"Orang yang ditinggalkan (tidak ikut ke medan perang) berasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah dan mereka tidak suka berjihad (menegakkan ajaran Allah) dengan harta dan jiwa mereka dalam jalan Allah, dan mereka berkata: Janganlah kamu berangkat(pergi berperang)dalam panas terik ini. Katakanlah(wahai Muhammad): Api neraka lebih panas, jika mereka mengetahui." 
(Surah At-Taubah,ayat:81)

GOLONGAN KETIGA

Golongan ketiga ialah golongan yang betangguh-tangguh untuk pergi sehingga akhirnya tertinggal daripada mengikuti peperangan dan dihukum pulau selama 50 hari, antaranya ialah Kaab bin Malik r.a.

Kisah Kaab bin Malik agak panjang, insyaAllah akan sama-sama kita layari dalam rangka artikel yang lain bagaimana kisah terasa dunia ini sempit kerana perbuatannya ini dan pengampunan dari Allah S.W.T terhadap mereka yang benar-benar bertaubat. Dikhabarkan dalam surah At-Taubah,

وَعَلَى الثَّلاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّى إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الأرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَنْ لا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلا إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ 
"dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja." 
(9:118)

GOLONGAN KEEMPAT

Golongan yang sedih dan menangis kerana tidak dapat mengikuti nabi s.a.w. dalam perang tabuk. Mengenai segolongan kaum mukminin yang lemah, sakit, dan tidak mampu berangkat jihad, Allah Ta’ala berfirman :

لَيْسَ عَلَى الضُّعَفَاءِ وَلَا عَلَى الْمَرْضَىٰ وَلَا عَلَى الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ مَا يُنْفِقُونَ حَرَجٌ إِذَا نَصَحُوا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ ۚ مَا عَلَى الْمُحْسِنِينَ مِنْ سَبِيلٍ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ وَلَا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ تَوَلَّوْا وَأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَنًا أَلَّا يَجِدُوا مَا يُنْفِقُونَ

“Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: “Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu”. lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan.” (QS. At Taubah : 91-92)

Ibnu Abu Hatim mengetengahkan pula hadis lainnya melalui Aufi dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa pada suatu ketika Rasulullah saw. memerintahkan orang-orang untuk bersiap-siap berangkat ke medan perang bersamanya. Maka datanglah segolongan dari para sahabat yang di antara mereka terdapat Abdullah bin Ma`qal Al-Muzanniy. Lalu Abdullah bin Ma'qal Al-Muzanniy berkata, "Wahai Rasulullah! Bawalah kami berangkat." Rasulullah saw. menjawab, "Demi Allah, aku tidak mempunyai bekal yang cukup untuk membawa kalian." Maka mereka pergi dari hadapan Rasulullah saw. seraya menangis karena kecewa tidak dapat ikut berjihad; mereka tidak mempunyai biaya untuk itu dan tidak pula mempunyai kendaraan. Maka tidak lama kemudian Allah S.W.T menurunkan firman-Nya, "Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu supaya kamu memberi mereka kendaraan..." (Q.S. At-Taubah 92) Nama-nama mereka itu telah disebutkan di dalam kitab Al-Mubhamat. 

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga ada bersabda tentang kelompok yang tertahan dari jihad :

إِنَّ أَقْوَامًا بِالْمَدِينَةِ خَلْفَنَا مَا سَلَكْنَا شِعْبًا وَلَا وَادِيًا إِلَّا وَهُمْ مَعَنَا فِيهِ حَبَسَهُمْ الْعُذْرُ

“Sungguh di Madinah terdapat kaum yang tidak ikut berperang, tidak ikut mendaki bukit, menuruni lembah, namun mereka bersama kalian (dalam pahala -pent).” Maka para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, mereka ada di Madinah?”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mereka ada di Madinah, tertahan karena ada udzur” (HR Bukhari dalam Kitab Al Maghazi, no. 4423)

GOLONGAN KELIMA

Golongan kelima ialah golongan yang asalnya bertangguh untuk pergi berperang tetapi kemudian sedar dan tanpa lengah menyertai nabi s.a.w. di pertengahan jalan seperti Abu Khaitsamah.

Kisah mereka tercatat seperti berikut:
Thabarani, Ibnu Ishaq dan Al Wakidi meriwayatkan bahwa setelah Rasulullah saw berjalan beberapa hari, Abu Khaitsamah kembali kepada keluarganya di hari yang sangat panas sekali. Kemudian dia disambut oleh kedua istrinya di dua kemahnya yang terletak di tengah kebunnya. Masing-masing dari keduanya telah menyiapkan kemahnya dengan nyaman lengkap dengan air sejuk dan makanan yang tersediakan. Ketika masuk di pintu kemah dia melihat kedua istrinya dan apa yang telah mereka persiapkan, kemudian dia berkata:

"Rasulullah saw berjemur di terik matahari dan diterpa angin panas, sedangkan Abu Khaitsamah bersantai ria di kemah yang sejuk, menikmati makanan yang tersedia dan bersenang ria dengan wanita-wanita cantik? Demi Allah, ini tidak adil!“

Selanjutnya dia berkata: “Demi Allah, aku tidak akan masuk kemah salah seorang di antara kalian sehingga aku menyusul Rasulullah saw.“

Kemudian istrinya pun menyiapkan perbekalan. Ia berangkat mencari Rasulullah saw dan berhasil menyusulnya ketika Nabi saw turun di Tabuk. Ketika Abu Khaitsamah semakin mendekati kaum Muslimin, mereka berkata: "Ada seorang pengendara yang datang.“ Kemudian Rasulullah saw bersabda: "Ia adalah Abu Khaitsamah!“.

Mereka berkata: "Wahai Rasulullah saw, ia memang Abu Khaitsamah.“ Setelah turun dari kendaraannya. Abu Khaitsamah menghadap kepada Rasulullah sa. Sabda Nabi saw kepadanya: “Engkau mendapatkan keutamaan wahai Abu Khaitsamah.“ Setelah Abu Khaitsamah menceritakan masalahnya, Rasulullah saw berdo‘a untuk kebaikannya.

PERISTIWA DI TABUK

Sesampai angkatan tentera Islam di Tabuk, Rasulullah bersama angkatan tetera Islam telah mengadakan 'perjanjian perdamaian' dengan penduduk di sekitar Tabuk, Rasulullah memberi jaminan keamanan kepada penduduk Tabuk, selagi mereka tidak menyebelahi musuh Islam dan memerangi dan berbuat jahat terhadap Islam. 

Setelah itu seorang penguasa Ilah (sebuah kawasan berdekatan Tabuk) yang bernama Yuhana bin Ru'bah datang meminta perdamaian bersama Rasulullah. Beliau sanggup membayar jizyah. Kesanggupan menerima keselamatan dan bersedia membayar jizyah juga diterima baik oleh penduduk Jarba dan Azruh. Rasulullah juga turut menghantar surat tawaran tersebut kepada setiap kawasan di sekitar Tabuk.

Tujuan Rasulullah berbuat demikian bukan untuk memonopoli kekayaan penduduk Tabuk atau membuat kejahatan kepada mereka. Tetapi Rasulullah berbuat demikian untuk menguatkan benteng perpaduan dan pertahanan Islam, di samping menyampaikan dakwah Islamiyah serta menyekat pergerakan musuh supaya tidak menggunakan sempadan Syam sebagai pangkalan perang. Akhirnya semua kabilah Arab di Tabuk menerima tawaran Rasul itu dengan tangan terbuka.

Hasilnya kekuatan tentera Islam di Tabuk semakin utuh dan kental. Rasulullah berjaya menyekat kemaraan tentera Rom di bawah pimpinan Panglima Satria Hercules, hal ini disebabkan beberapa faktor yang besar antaranya:

Benteng wilayah Tabuk yang semakin kebal akibat kekuatan pihak Islam

Tentera Islam berperang atas jalan Allah dan bukan semata-mata menguatkan pengaruh dan meluaskan kuasa

Bantuan tentera Allah melalui pengutusan Malaikat. Dikatakan semasa angkatan Rom ingin memasuki wilayah Tabuk. Mereka telah digentarkan oleh Malaikat {dianggarkan sebanyak 100,000 malaikat} yang menyamar sebagai panglima-panglima tentera Islam yang berpakaian serba putih, berbadan besar, sasa dan tegap disamping mempunyai sut serta alatan tempur yang lengkap seperti angkatan berkuda dan memanah.

Hal tersebut segera mematahkan perasan tentera Rom untuk memerangi Islam. Ini membuatkan pihak Islam menang besar tanpa menerima pertumpahan darah sedikit pun.

Tentera Islam berada di sana selama 20 hari.

SUMBER

Ghazwat Ar Rasul shallallaahu ‘alaihi wa sallam Durus wa ‘Ibar wa Fawaid, Ali Muhammad Ash Shalabi hal. 312-317

http://ismiatiqah.blogspot.com/2010/10/ibrah-dari-perang-tabuk.html

http://yhougam.wordpress.com/2013/01/06/perang-tabuk-bagian-ii-infaq-para-sahabat/#comment-351

http://ms.wikipedia.org/wiki/Perang_Tabuk

Oleh,
Musafir Mesir @ Dr. Itoshi
30 Rejab 1434 H

No comments:

Post a Comment