20130609

Rahsia Hati ;)

~✿~✿~✿~
بسم الله الرحمن الرحيم
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
~✿~✿~✿~✿~✿~

" Tersingkapnya Rahsia Hati "

Oleh : Musafir Mesir, Dr.Itoshi, 30 Rejab 1434 H

PENGENALAN

Perang Tabuk (Bahasa Arab: غزوة تبوك‎) merupakan salah satu peristiwa peperangan dalam Islam. Dalam sejarah Islam, peperangan ini merupakan skop peperangan terakhir bagi Nabi Muhammad s.a.w. Perang ini telah berlaku pada bulan Rejab ketika tahun ke-9 Hijrah (Oktober 631 M). Keadaan cuaca pada ketika itu adalah terlalu panas terik dan tempat berlakunya peperangan itu, Tabuk merupakan destinasi padang pasir yang terlalu jauh menyukar para musafir.

Perang ini terkenal dengan nama perang Tabuk, dinisbahkan kepada sebuah tempat yaitu mata air Tabuk, tempat tujuan pasukan Islam (yang tengah bersafar). Asal nama ini terdapat dalam Shahih Muslim, diriwayatkan dari Mu’adz bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Besok kalian insya Allah akan menuju mata air Tabuk, dan sungguh kalian tidak akan mendatanginya hingga matahari meninggi, maka barangsiapa yang telah sampai disana janganlah membasuh dengan air (maksudnya berwudhu untuk solat Zuhur) hingga aku sampai”. (HR Muslim 4/1784)

Ada nama lain untuk perang ini iaitu perang ‘Usrah, dan telah ditetapkan penamaan ini dalam Al Qur’an Al Karim ketika menceritakan tentang perang ini, dalam surat At Taubah, Allah Ta’ala berfirman (yang ertinya), “Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang Anshar yang mengikuti Nabi dalam masa ‘usrah (kesulitan), setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka” (QS At Taubah : 117)

Al Bukhari meriwayatkan dengan sanad yang sampai kepada Abu Musa Al Asy’ari, beliau berkata, “Sahabat-sahabatku mengutusku menemui Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta sejumlah hewan tunggangan karena mereka telah mengambil bagian dalam perang ‘Usrah, yaitu perang Tabuk…”, dan Al Bukhari memberi judul bab, “Bab Perang Tabuk yaitu Perang ‘Usrah”. 
(Shahih Al Bukhari 5/150 no 4415)

Disebut dengan perang ‘usrah kerana berbagai macam kesulitan dijumpai oleh kaum muslimin, cuaca buruk, jarak tempuh yang sangat jauh, perjalanan yang sulit karena sedikitnya bekal dan ransum yang dibawa oleh kaum muslimin menuju medan tempur, sedikitnya air selama safar yang panjang padahal mereka menghadapi cuaca yang sangat terik, juga sedikitnya harta yang dibawa oleh pasukan, maupun yang diinfakkan untuk mereka. Dalam tafsir Abdur Razzaq dari Ma’mar bin ‘Uqail beliau berkata, “Mereka keluar dengan kenampakan jumlah pasukan yang sedikit, cuaca yang sangat terik, hingga para pasukan terpaksa membunuh unta-unta, kemudian membelah perutnya untuk mengambil cadangan air dalam perut unta tersebut, itulah krisis air yang terjadi waktu itu”

Al Faruq Umar bin Khathab menceritakan beratnya rasa haus yang dialami kaum muslimin waktu itu, “Kami keluar bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menuju medan Tabuk, dalam cuaca terik yang teramat sangat, dan kami merasa teramat haus hingga mengira leher-leher kami akan putus, sampai-sampai jika salah seorang dari kami ingin pergi untuk membuang hajat dan ia tak kunjung kembali, kami mengira lehernya telah putus (karena mati kehausan), dan sampai-sampai seseorang menyembelih untanya (padahal unta adalah harta dan perbekalan perang yang sangat penting ) untuk membelah perutnya kemudian minum cadangan air dalam perutnya tersebut”

Ada nama ketiga untuk perang ini, yaitu Al Fadhahah. Az Zarqaniy rahimahullah meriwayatkan dalam kitabnya “Syarh Al Mawahib”, dinamai demikian karena perang ini menyingkap hakikat kaum munafiqin, membongkar kedok mereka, membuka rencana permusuhan dan kedengkian mereka, serta membuka jati diri mereka yang keji.

Adapun lokasi Tabuk terletak di utara Hijaz, 778 mil dari kota Madinah, dan merupakan wilayah kekuasaan penguasa Romawi waktu itu.

SEBAB TERCETUS AL-GHUZWAH

Ahli Sejarah mengatakan tercetusnya peperangan ini kerana keinginan dari Empayar Rom ketika itu. Empayar Rom merupakan sebuah kerajaan yang besar dan kuat ketika itu dan selalu mencapai kemenangan apabila berperang. Akibat kekuatan tentera Rom yang semakin kuat dan gagah, Maharaja Rom ketika itu berasa mereka perlu mengembangkan pengaruhya sehingga ke negeri-negeri Arab. Disamping itu mereka mendapat khabar yang memberitakan sebuah kerajaan baru yang digelar Islam sedang mula meluaskan sayapnya di seluruh tanah Arab. 

Lalu Maharaja Rom berhasrat besar untuk menyerang wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Muhammad ketika itu. Rasulullah telah mendapat berita berkenaan keinginan Maharaja Rom itu. Kaum Islam ketika itu tidak berhasrat sama sekali untuk mengadakan pertempuran dengan kerajaan Rom kerana mereka berhasrat untuk meneruskan kehidupan harmoni dan tenteram di bawah pemerintahan Rasulullah. Walau bagaimanapun kaum Muslimin perlulah bersiap sedia dalam menghadapi apa-apa propaganda dari musuh Islam.

Namun, Ibnu Katsir berpendapat bahawa sebab peperangan Tabuk yang paling dasar ialah dalam rangka menunaikan kewajiban berjihad (maksudnya memerangi suatu negara/kaum sebagai sarana untuk membebaskan negara tersebut dari peribadatan kepada selain Allah ). 

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bertekad untuk memerangi Romawi, karena merekalah kaum yang paling dekat kepada Islam, juga kaum yang paling utama untuk disampaikan dakwah kepada al haq, dan dalam rangka mendekatkan mereka pada Islam dan pemeluknya. 

Allah Ta’ala berfirman “Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka merasakan sikap keras dari kalian, dan ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertakwa” (QS. At Taubah : 123)

Pendapat Ibnu Katsir ini lebih sesuai dari pendapat-pendapat ahli sejarah lain tentang sebab perang Tabuk, karena perintah yang mendasari adanya kewajiban jihad ialah memerangi kaum musyrikin, kemudian jika telah tertunaikan (perang Tabuk dilaksanakan setelah Fathu Makkah), barulah memerangi ahli kitab yang menghambat dakwah Islam dan melakukan provokasi terhadap kaum muslimin.

Namun tidak dinafikan tentang kemungkinan juga apa yang disebutkan oleh para ahli sejarah, bahawa sebab perang Tabuk diawali dari keinginan Romawi untuk memerangi kaum muslimin, dalam rangka mencegah adanya kemungkinan terlepasnya daerah-daerah jajahan Romawi yang lainnya.

Perang Tabuk terjadi ketika kaum muslimin tengah bersiap menghadapi kemungkinan serangan dari wilayah Ghassan, Syam. 

Peristiwa ini terakam dalam Shahih Bukhari, dari hadis Umar bin Khathab yang menanyakan perihal Nabi yang tengah memboikot istri-istrinya selama sebulan. Umar berkata, “Sebelumnya, kami telah saling berdiskusi bahwa Ghassan tengah mempersiapkan kendaraannya untuk memerangi kami. Pada hari dimana seharusnya ia datang, sahabatku seorang Anshar menghadiri majelis lalu kembali menemuiku setelah shalat Isya’, dan mengetuk pintu rumahku dengan sangat keras seraya berkata, ‘Cepat buka!’, maka aku pun segera keluar menemuinya. Ia berkata, ‘Sungguh telah terjadi perkara besar!’. Aku bertanya, ‘Perkara apa? Apakah Ghassan telah datang?’. Ia menjawab, ‘Tidak, bahkan yang lebih besar dari itu. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah menceraikan/mengasingkan diri dengan istri-istrinya…”

TERSINGKAPNYA RAHSIA HATI

Melalui peperangan ini maka tersingkaplah rahsia hati dan tahap keimanan para muslimin ketika itu, ada yang benar-benar ikhlas dan beriman, ada yang menipu, ada yang bertangguh dan sebagainya. Boleh disenaraikan kepada beberapa golongan :

GOLONGAN PERTAMA 

Mereka merupakan golongan yang sentiasa membenarkan dan beriman kepada Allah S.W.T dan Raulullah S.A.W, apabila diisytiharkan berkenaan persiapan untuk berjihad dan infaq fi sabilillah, mereka segera menyahut akan seruan itu.

Terdapat beberapa kisah di sini yang menarik untuk dijadikan pedoman kita semua dalam berjuang harta,nyawa dan tenaga pada jalan Allah S.W.T 

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memotivasikan para shahabat untuk berinfaq dalam perang Tabuk, dengan ganjaran yang besar di sisi Allah Ta’ala. Maka berinfaqlah para shahabat, seperti Uthman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Abdurrahman bin Hubab menceritakan tentang infaq Utsman, beliau berkata :

 عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ خَبَّابٍ قَالَ شَهِدْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَحُثُّ عَلَى جَيْشِ الْعُسْرَةِ فَقَامَ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ عَلَيَّ مِائَةُ بَعِيرٍ بِأَحْلَاسِهَا وَأَقْتَابِهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ حَضَّ عَلَى الْجَيْشِ فَقَامَ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ عَلَيَّ مِائَتَا بَعِيرٍ بِأَحْلَاسِهَا وَأَقْتَابِهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ حَضَّ عَلَى الْجَيْشِ فَقَامَ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ عَلَيَّ ثَلَاثُ مِائَةِ بَعِيرٍ بِأَحْلَاسِهَا وَأَقْتَابِهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَأَنَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْزِلُ عَنْ الْمِنْبَرِ وَهُوَ يَقُولُ مَا عَلَى عُثْمَانَ مَا عَمِلَ بَعْدَ هَذِهِ مَا عَلَى عُثْمَانَ مَا عَمِلَ بَعْدَ هَذِهِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ السَّكَنِ بْنِ الْمُغِيرَةِ وَفِي الْبَاب عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَمُرَةَ

“Aku menyaksikan Nabi salallahu ‘alaihi wa sallam memotivasi para shahabat dalam Jaisy Al ‘Usrah (yaitu Perang Tabuk), maka Uthman bin Affan berdiri dan berkata, ‘Wahai Rasulullah! Aku akan memberikan 100 unta lengkap dengan muatan dan pelananya di jalan Allah!’. Lalu Nabi sallallaahu ‘alaihi wa sallam memotivasi lagi, dan Uthman kembali berdiri dan berkata, ‘Wahai Rasulullah! Aku akan memberikan 200 unta lengkap dengan muatan dan pelananya di jalan Allah!’. Lalu Nabi sallallaahu ‘alaihi wa sallam memotivasi lagi, dan Uthman kembali berdiri dan berkata, “Wahai Rasulullah! Aku akan memberikan 300 unta lengkap dengan muatan dan pelananya di jalan Allah!’. Maka aku melihat Rasulullah turun dari mimbar dan berkata, ‘Tidak ada bagi Uthman sesuatu yang akan menimpanya setelah ini, tidak ada bagi Uthman sesuatu yang akan menimpanya setelah ini’. 
(Diriwayatkan oleh At Tirmidzi 5/626)

Dari Abdurrahman bin Samurah radhiyallaahu ‘anhuma beliau berkata

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ جَاءَ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَلْفِ دِينَارٍ فِي ثَوْبِهِ حِينَ جَهَّزَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَيْشَ الْعُسْرَةِ قَالَ فَصَبَّهَا فِي حِجْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَلِّبُهَا بِيَدِهِ وَيَقُولُ مَا ضَرَّ ابْنُ عَفَّانَ مَا عَمِلَ بَعْدَ الْيَوْمِ يُرَدِّدُهَا مِرَارًا

“Uthman bin Affan datang kepada Nabi sallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa 1000 dinar dalam kantong pakaiannya, ketika itu Nabi sallallaahu ‘alaihi wa sallam tengah mempersiapkan pasukan dalam Jaisy Al ‘Usrah, maka Nabi sallallaahu ‘alaihi wa sallam menerimanya dan berkata, ‘Tidak ada yang dapat membahayakan Ibnu ‘Affan setelah hari ini (yaitu jaminan syurga atas Uthman radhiyallaahu ‘anhu)’, beliau mengulang-ulang perkataan ini” 
(Musnad Imam Ahmad 5/63)

Adapun Umar bin Khattab, beliau bersadaqah dengan separuh hartanya, dan beliau menjangka mampu mengalahkan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhuma. Al Faruq sendiri yang menceritakan, beliau berkata,

 أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا أَنْ نَتَصَدَّقَ فَوَافَقَ ذَلِكَ مَالًا عِنْدِي فَقُلْتُ الْيَوْمَ أَسْبِقُ أَبَا بَكْرٍ إِنْ سَبَقْتُهُ يَوْمًا فَجِئْتُ بِنِصْفِ مَالِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَبْقَيْتَ لِأَهْلِكَ قُلْتُ مِثْلَهُ قَالَ وَأَتَى أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِكُلِّ مَا عِنْدَهُ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَبْقَيْتَ لِأَهْلِكَ قَالَ أَبْقَيْتُ لَهُمْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ قُلْتُ لَا أُسَابِقُكَ إِلَى شَيْءٍ أَبَدًا

“Rasululllah sallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami pada suatu hari untuk bersadaqah, dan waktu itu aku tengah memiliki sejumlah harta, maka aku berkata, ‘Kalau ada satu hari dimana aku bisa mengalahkan Abu Bakar, inilah harinya”. Maka aku datang dengan membawa separuh dari hartaku, maka Rasulullah sallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Apa yang engkau nafkahkan kepada keluargamu?’, aku jawab, ‘Sejumlah itu (karena beliau membagi separuh hartanya )’. Kemudian datang Abu Bakar radhiyallaahu ‘anhu membawa semua yang dia miliki, dan Rasulullah sallallaahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Apa yang engkau sisakan untuk keluargamu?’, Abu Bakar menjawab, ‘Aku tinggalkan untuk mereka, Allah dan Rasul-Nya’. Aku pun berkata, ‘Tidak akan pernah aku mengalahkan Abu Bakar selama-lamanya’”. 
(Sunan Abi Daud 2/312 dan 313, no. 1678)

Diriwayatkan bahwa Abdurrahman bin Auf berinfaq dengan 2000 dirham, dan itu adalah separuh dari harta yang beliau miliki saat itu, untuk keperluan perang Tabuk
 (lihat As Sirah fi Dhau’ Al Mashadir Al Ushuliyah hal. 616)

Juga diriwayatkan bahwa sahabat lainnya berinfaq dalam jumlah yang besar, seperti Al ‘Abbas bin ‘Abdul Muthalib, Thalhah bin ‘Ubaidillah, Muhammad bin Maslamah, dan ‘Ashim bin ‘Adi radhiyallahu ‘anhum
 (lihat Al Maghazi Al Waqidi 3/391)

Tidak ketinggalan, para sahabat yang berasal dari golongan fuqara’, mereka juga menyumbangkan apa yang mereka miliki. Hal ini kemudian menjadi bahan  sindiran dan ejekan kaum munafiqin. Alkisah, Abu ‘Uqail datang dengan membawa setengah sha’ kurma, kemudian kaum munafiqin datang dengan membawa infaq yang lebih banyak, dan berkata, “Sungguh Allah tidak ingin atas sadaqah sesedikit itu, tidaklah orang berinfaq sedemikian rupa melainkan hanya untuk riya’”. Kemudian turun ayat :

الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ

“(Orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya”  (QS. At Taubah : 79)

Maka setelah turun ayat tersebut, mereka ganti berkata, “Tidaklah (Abdurrahman) Ibn ‘Auf bersedekah melainkan karena riya”. Mereka pun mempermasalahkan sadaqah orang-orang kaya dengan sebutan riya’, dan mengejek sadaqah orang-orang faqir.

Maka bersedihlah para fuqara’ dari kalangan mukminin, karena mereka tidak memiliki harta yang dapat digunakan untuk berjihad. Adalah ‘Ulbah bin Zaid, ia solat malam dan menangis dalam solatnya, beliau berkata, “Ya Allah sungguh Engkau telah perintahkan aku untuk berjihad, dan aku sangat ingin untuk itu, namun tidak Engkau jadikan di sisiku ini apa yang dapat membantuku dalam memperkuat kedudukan Rasul-Mu”. Maka hal ini pun sampai kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau mengabarkan bahwa ‘Ulbah telah diampuni. (diriwayatkan dari jalur yang lemah, namun terdapat beberapa syahid yang shahih, lihat Al Mujtama’ Al Madani lil ‘Umari hal. 235)

Dalam kisah ini dapat dipetik pelajaran tentang keikhlasan, dan cinta akan jihad dalam rangka menolong agama Allah dan menyebarluaskannya. Terdapat juga faedah betapa lembutnya Allah terhadap kaum dhu’afa dari kalangan mukminin, yang mereka sangat bersemangat untuk beramal
 (lihat Muhammadur Rasulullah, Shadiq ‘Arjun 4/443)

Ada pula sebagian sahabat yang menyumbangkan tenaga. Kaum ‘Asy’ariyun dipimpin oleh Abu Musa Al Asy’ari meminta kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sejumlah unta dan kendaraan agar dapat turut serta dalam jihad. Namun tidak ada unta yang dapat dinaiki dan berselang beberapa waktu, akhirnya mereka memperoleh tiga ekor unta. (lihat Al Mujtama’ Al Madani hal. 236)

GOLONGAN KEDUA

Golongan kedua ialah golongan munafik yang meminta izin untuk tidak pergi berjihad dan merasa gembira dengan tindakannya itu dan dirakamkan dalam ayat 81 surah At-Taubah.

Seorang ketua kaum munafik Arab ketika itu yang bernama Abdullah bin Ubai telah meminta keizinan kepada Rasulullah untuk menyertai peperangan. Sebilangan dari kaum munafik tidak mahu menyertai peperangan dengan alasan cuaca yang terlalu panas yang mampu melemahkan mereka. Pada mulanya Rasulullah bersetuju untuk menerima permohanan Abdullah bin Ubai, namun Allah telah menegur perbuatan Rasulullah itu dengan menurunkan firmannya dalam Al-Quran:

فَرِحَ الْمُخَلَّفُونَ بِمَقْعَدِهِمْ خِلافَ رَسُولِ اللَّهِ وَكَرِهُوا أَنْ يُجَاهِدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَقَالُوا لا تَنْفِرُوا فِي الْحَرِّ قُلْ نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرًّا لَوْ كَانُوا يَفْقَهُونَ 

"Orang yang ditinggalkan (tidak ikut ke medan perang) berasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah dan mereka tidak suka berjihad (menegakkan ajaran Allah) dengan harta dan jiwa mereka dalam jalan Allah, dan mereka berkata: Janganlah kamu berangkat(pergi berperang)dalam panas terik ini. Katakanlah(wahai Muhammad): Api neraka lebih panas, jika mereka mengetahui." 
(Surah At-Taubah,ayat:81)

GOLONGAN KETIGA

Golongan ketiga ialah golongan yang betangguh-tangguh untuk pergi sehingga akhirnya tertinggal daripada mengikuti peperangan dan dihukum pulau selama 50 hari, antaranya ialah Kaab bin Malik r.a.

Kisah Kaab bin Malik agak panjang, insyaAllah akan sama-sama kita layari dalam rangka artikel yang lain bagaimana kisah terasa dunia ini sempit kerana perbuatannya ini dan pengampunan dari Allah S.W.T terhadap mereka yang benar-benar bertaubat. Dikhabarkan dalam surah At-Taubah,

وَعَلَى الثَّلاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّى إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الأرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَنْ لا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلا إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ 
"dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja." 
(9:118)

GOLONGAN KEEMPAT

Golongan yang sedih dan menangis kerana tidak dapat mengikuti nabi s.a.w. dalam perang tabuk. Mengenai segolongan kaum mukminin yang lemah, sakit, dan tidak mampu berangkat jihad, Allah Ta’ala berfirman :

لَيْسَ عَلَى الضُّعَفَاءِ وَلَا عَلَى الْمَرْضَىٰ وَلَا عَلَى الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ مَا يُنْفِقُونَ حَرَجٌ إِذَا نَصَحُوا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ ۚ مَا عَلَى الْمُحْسِنِينَ مِنْ سَبِيلٍ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ وَلَا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ تَوَلَّوْا وَأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَنًا أَلَّا يَجِدُوا مَا يُنْفِقُونَ

“Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: “Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu”. lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan.” (QS. At Taubah : 91-92)

Ibnu Abu Hatim mengetengahkan pula hadis lainnya melalui Aufi dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa pada suatu ketika Rasulullah saw. memerintahkan orang-orang untuk bersiap-siap berangkat ke medan perang bersamanya. Maka datanglah segolongan dari para sahabat yang di antara mereka terdapat Abdullah bin Ma`qal Al-Muzanniy. Lalu Abdullah bin Ma'qal Al-Muzanniy berkata, "Wahai Rasulullah! Bawalah kami berangkat." Rasulullah saw. menjawab, "Demi Allah, aku tidak mempunyai bekal yang cukup untuk membawa kalian." Maka mereka pergi dari hadapan Rasulullah saw. seraya menangis karena kecewa tidak dapat ikut berjihad; mereka tidak mempunyai biaya untuk itu dan tidak pula mempunyai kendaraan. Maka tidak lama kemudian Allah S.W.T menurunkan firman-Nya, "Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu supaya kamu memberi mereka kendaraan..." (Q.S. At-Taubah 92) Nama-nama mereka itu telah disebutkan di dalam kitab Al-Mubhamat. 

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga ada bersabda tentang kelompok yang tertahan dari jihad :

إِنَّ أَقْوَامًا بِالْمَدِينَةِ خَلْفَنَا مَا سَلَكْنَا شِعْبًا وَلَا وَادِيًا إِلَّا وَهُمْ مَعَنَا فِيهِ حَبَسَهُمْ الْعُذْرُ

“Sungguh di Madinah terdapat kaum yang tidak ikut berperang, tidak ikut mendaki bukit, menuruni lembah, namun mereka bersama kalian (dalam pahala -pent).” Maka para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, mereka ada di Madinah?”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mereka ada di Madinah, tertahan karena ada udzur” (HR Bukhari dalam Kitab Al Maghazi, no. 4423)

GOLONGAN KELIMA

Golongan kelima ialah golongan yang asalnya bertangguh untuk pergi berperang tetapi kemudian sedar dan tanpa lengah menyertai nabi s.a.w. di pertengahan jalan seperti Abu Khaitsamah.

Kisah mereka tercatat seperti berikut:
Thabarani, Ibnu Ishaq dan Al Wakidi meriwayatkan bahwa setelah Rasulullah saw berjalan beberapa hari, Abu Khaitsamah kembali kepada keluarganya di hari yang sangat panas sekali. Kemudian dia disambut oleh kedua istrinya di dua kemahnya yang terletak di tengah kebunnya. Masing-masing dari keduanya telah menyiapkan kemahnya dengan nyaman lengkap dengan air sejuk dan makanan yang tersediakan. Ketika masuk di pintu kemah dia melihat kedua istrinya dan apa yang telah mereka persiapkan, kemudian dia berkata:

"Rasulullah saw berjemur di terik matahari dan diterpa angin panas, sedangkan Abu Khaitsamah bersantai ria di kemah yang sejuk, menikmati makanan yang tersedia dan bersenang ria dengan wanita-wanita cantik? Demi Allah, ini tidak adil!“

Selanjutnya dia berkata: “Demi Allah, aku tidak akan masuk kemah salah seorang di antara kalian sehingga aku menyusul Rasulullah saw.“

Kemudian istrinya pun menyiapkan perbekalan. Ia berangkat mencari Rasulullah saw dan berhasil menyusulnya ketika Nabi saw turun di Tabuk. Ketika Abu Khaitsamah semakin mendekati kaum Muslimin, mereka berkata: "Ada seorang pengendara yang datang.“ Kemudian Rasulullah saw bersabda: "Ia adalah Abu Khaitsamah!“.

Mereka berkata: "Wahai Rasulullah saw, ia memang Abu Khaitsamah.“ Setelah turun dari kendaraannya. Abu Khaitsamah menghadap kepada Rasulullah sa. Sabda Nabi saw kepadanya: “Engkau mendapatkan keutamaan wahai Abu Khaitsamah.“ Setelah Abu Khaitsamah menceritakan masalahnya, Rasulullah saw berdo‘a untuk kebaikannya.

PERISTIWA DI TABUK

Sesampai angkatan tentera Islam di Tabuk, Rasulullah bersama angkatan tetera Islam telah mengadakan 'perjanjian perdamaian' dengan penduduk di sekitar Tabuk, Rasulullah memberi jaminan keamanan kepada penduduk Tabuk, selagi mereka tidak menyebelahi musuh Islam dan memerangi dan berbuat jahat terhadap Islam. 

Setelah itu seorang penguasa Ilah (sebuah kawasan berdekatan Tabuk) yang bernama Yuhana bin Ru'bah datang meminta perdamaian bersama Rasulullah. Beliau sanggup membayar jizyah. Kesanggupan menerima keselamatan dan bersedia membayar jizyah juga diterima baik oleh penduduk Jarba dan Azruh. Rasulullah juga turut menghantar surat tawaran tersebut kepada setiap kawasan di sekitar Tabuk.

Tujuan Rasulullah berbuat demikian bukan untuk memonopoli kekayaan penduduk Tabuk atau membuat kejahatan kepada mereka. Tetapi Rasulullah berbuat demikian untuk menguatkan benteng perpaduan dan pertahanan Islam, di samping menyampaikan dakwah Islamiyah serta menyekat pergerakan musuh supaya tidak menggunakan sempadan Syam sebagai pangkalan perang. Akhirnya semua kabilah Arab di Tabuk menerima tawaran Rasul itu dengan tangan terbuka.

Hasilnya kekuatan tentera Islam di Tabuk semakin utuh dan kental. Rasulullah berjaya menyekat kemaraan tentera Rom di bawah pimpinan Panglima Satria Hercules, hal ini disebabkan beberapa faktor yang besar antaranya:

Benteng wilayah Tabuk yang semakin kebal akibat kekuatan pihak Islam

Tentera Islam berperang atas jalan Allah dan bukan semata-mata menguatkan pengaruh dan meluaskan kuasa

Bantuan tentera Allah melalui pengutusan Malaikat. Dikatakan semasa angkatan Rom ingin memasuki wilayah Tabuk. Mereka telah digentarkan oleh Malaikat {dianggarkan sebanyak 100,000 malaikat} yang menyamar sebagai panglima-panglima tentera Islam yang berpakaian serba putih, berbadan besar, sasa dan tegap disamping mempunyai sut serta alatan tempur yang lengkap seperti angkatan berkuda dan memanah.

Hal tersebut segera mematahkan perasan tentera Rom untuk memerangi Islam. Ini membuatkan pihak Islam menang besar tanpa menerima pertumpahan darah sedikit pun.

Tentera Islam berada di sana selama 20 hari.

SUMBER

Ghazwat Ar Rasul shallallaahu ‘alaihi wa sallam Durus wa ‘Ibar wa Fawaid, Ali Muhammad Ash Shalabi hal. 312-317

http://ismiatiqah.blogspot.com/2010/10/ibrah-dari-perang-tabuk.html

http://yhougam.wordpress.com/2013/01/06/perang-tabuk-bagian-ii-infaq-para-sahabat/#comment-351

http://ms.wikipedia.org/wiki/Perang_Tabuk

Oleh,
Musafir Mesir @ Dr. Itoshi
30 Rejab 1434 H

20130606

Peristiwa Isra' Mi'raj ;D


~✿~✿~✿~
بسم الله الرحمن الرحيم
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
~✿~✿~✿~✿~✿~

" melihat ibrah mencari hikmah "



Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam. Selawat serta salam buat junjungan mulia Nabi Muhammad S.A.W. keluarga serta para sahabat dan pengikut yang istiqamah menuruti baginda hingga ke hari kiamat.

Sahabat yang dirahmati Allah,

Apabila berbicara tentang peristiwa Israk dan Mikraj ini, kita secara spontan akan terbayang kisah perjalanan Rasulullah S.A.W bersama malaikat Jibril dan Mikail yang boleh dibahagikan kepada dua fasa.

01.Israk yakni perjalanan Nabi SAW menaiki binatang Buraq dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsa, di Baitulmaqdis, Palestin.

02.Mikraj ialah perjalanan dari Masjidil Aqsa ke Sidratil Muntaha di langit yang ketujuh.



Perjalanan Rasulullah S.A.W ini telah diabadikan oleh Allah S.W.T di dalam Al-Quran, Surah Al-Isra' ayat 1 yang bermaksud;

"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidilharam ke Al Masjidilaqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat."

Menariknya, keseluruhan perjalanan Rasulullah S.A.W hanya berlangsung pada satu malam.

Para ulama, hadis, ulama feqah dan ulama tafsir secara umum menegaskan bahawa perisitiwa Israk dan Mikraj di mana kedua-duanya berlaku dalam satu malam dan dalam keadaan baginda SAW sedar. Ia berlaku pada jasad atau tubuh dan roh Nabi SAW bukannya roh sahaja. Sebagaimana difahami daripada firman Allah dalam ayat tadi di mana Allah menegaskan "asra bi 'abdihi lailan" yang bermaksud memperjalankan hamba-Nya pada waktu malam. Perkataan hamba yang dimaksudkan di sini iaitu Nabi Muhammad S.A.W yang mana meliputi batang tubuh dan rohnya serentak bukannya rohnya sahaja. Jika ia berlaku pada rohnya sahaja maka sudah tentu firman Allah itu berbunyi "asra bi rohi 'abdihi lailan" yang bermaksud memperjalankan roh hamba-Nya pada waktu malam tetapi yang berlaku sebaliknya di mana Allah secara jelas menyatakan bahawa Dia telah memperjalankan hamba-Nya iaitu Nabi SAW dalam keadaan tubuh dan rohnya serentak.

Peristiwa ini pada pandangan orang yang tidak beriman atau mereka yang tipis imannya, mereka menyatakan bahawa peristiwa ini tidak mungkin akan berlaku atau pun mereka berbelah bahagi samada mahu mempercayainya atau pun sebaliknya. Tetapi bagi orang yang benar-benar beriman kepada Allah dan rasul-Nya maka mereka tetap percaya dengan penuh keimanan kepada peristiwa ini.

Setelah baginda S.A.W menceritakan apa yang telah terjadi padanya kepada masyarakat umum maka orang-orang kafir bertambah kuat mengejek dan mendustakan baginda S.A.W. Fitnah terhadap baginda S.A.W bertambah kuat malah ada juga di kalangan mereka yang sebelum ini telah memeluk Islam telah pun murtad kembali. Manakala bagi mereka yang begitu membenarkan baginda S.A.W maka iman mereka tetap utuh sebagaimana kita lihat kepada reaksi Sayyidina Abu Bakar apabila dia mendengar berita daripada orang ramai tentang apa yang telah diberitahu oleh Nabi S.A.W lalu beliau dengan tegas menyatakan :

"Benar! Aku menyaksikan bahawa engkau merupakan Rasulullah. Jika baginda S.A.W mengatakan bahawa baginda telah diperjalankan lebih jauh daripada itu maka aku tetap beriman kepadanya". Inilah ketegasan dan keyakinan yang tidak berbelah bahagi Sayyidina Abu Bakar dalam mempercayai Allah dan rasul-Nya sehingga beliau digelar as-Siddiq yang membawa maksud pembenar.

Selain itu, pernah juga diriwayatkan Rasulullah S.A.W berjumpa dengan pelbagai keadaan manusia ketika di dalam perjalanan tersebut. Meskipun kisah tentang peristiwa bersejarah ini seringkali diulangcerita oleh para penceramah setiap kali sambutan Israk dan Mikraj diadakan, saya melihat roh dan intipati di sebalik peristiwa ini masih tidak meresap ke dalam jiwa masyarakat Islam.

Sahabat yang dimuliakan,

Sebelum berlakunya Israk dan Mikraj Rasulullah S.A.W mengalami pembedahan dada/perut oleh malaikat. Hati Baginda S.A.W dicuci dengan air zamzam, dibuang ketul hitam ('alaqah) iaitu tempat syaitan membisikkan waswasnya. Kemudian dituangkan hikmat, ilmu, dan iman ke dalam dada Rasulullah S.A.W. Setelah itu, dadanya dijahit dan dimeterikan dengan "khatimin nubuwwah". Selesai pembedahan, didatangkan binatang bernama Buraq untuk ditunggangi oleh Rasulullah dalam perjalanan luar biasa yang dinamakan "Israk" itu.

Semasa Israk ( Perjalanan dari Masjidil-Haram ke Masjidil-Aqsa ):

Sepanjang perjalanan (Israk) itu Rasulullah S.A.W diiringi (ditemani) oleh malaikat Jibrail dan Israfil. Tiba di tempat-tempat tertentu (tempat-tempat yang mulia dan bersejarah), Rasulullah telah diarah oleh Jibrail supaya berhenti dan bersembahyang sebanyak dua rakaat. Antara tempat-tempat berkenaan ialah:

01.Negeri Thaibah (Madinah), tempat di mana Rasulullah akan melakukan hijrah,

02.Bukit Tursina, iaitu tempat Nabi Musa A.S. menerima wahyu daripada Allah,

03.Baitul-Laham (tempat Nabi 'Isa A.S. dilahirkan),



Dalam perjalanan itu juga baginda Rasulullah S.A.W menghadapi gangguan jin 'Afrit dengan api jamung dan dapat menyasikan peristiwa-peristiwa simbolik yang amat ajaib.

Peristiwa-peristiwa tersebut adalah seperti berikut :

01.Kaum yang sedang bertanam dan terus menuai hasil tanaman mereka. apabila dituai, hasil (buah) yang baru keluar semula seolah-olah belum lagi dituai. Hal ini berlaku berulang-ulang. Rasulullah S.A.W diberitahu oleh Jibrail: Itulah kaum yang berjihad "Fisabilillah" yang digandakan pahala kebajikan sebanyak 700 kali ganda bahkan sehingga gandaan yang lebih banyak.

02.Tempat yang berbau harum.Rasulullah S.A.W diberitahu oleh Jibrail : Itulah bau kubur Masitah (tukang sisir rambut anak Fir'aun) bersama suaminya dan anak-anaknya (termasuk bayi yang dapat bercakap untuk menguatkan iman ibunya) yang dibunuh oleh Fir'aun kerana tetapt teguh beriman kepada Allah (tak mahu mengakui Fir'aun sebagai Tuhan).

03.Sekumpulan orang yang sedang memecahkan kepala mereka. Setiap kali dipecahkan, kepala mereka sembuh kembali, lalu dipecahkan pula. Demikian dilakukan berkali-kali. Jibrail memberitahu Rasulullah: Itulah orang-orang yang berat kepala mereka untuk sujud (sembahyang).

04.Sekumpulan orang yang hanya menutup kemaluan mereka (qubul dan dubur) dengan secebeis kain. Mereka dihalau seperti binatang ternakan. Mereka makan bara api dan batu dari neraka Jahannam. Kata Jibrail : Itulah orang-orang yang tidak mengeluarkan zakat harta mereka.

05.Satu kaum, lelaki dan perempuan, yang memakan daging mentah yang busuk sedangkan daging masak ada di sisi mereka. Kata Jibrail: Itulah lelaki dan perempuan yang melakukan zina sedangkan lelaki dan perempuan itu masing-masing mempunyai isteri/suami.

06.Lelaki yang berenang dalam sungai darah dan dilontarkan batu. Kata Jibrail: Itulah orang yang makan riba.



07.Lelaki yang menghimpun seberkas kayu dan dia tak terdaya memikulnya, tapi ditambah lagi kayu yang lain. Kata Jibrail: Itulah orang tak dapat menunaikan amanah tetapi masih menerima amanah yang lain.

08.Satu kaum yang sedang menggunting lidah dan bibir mereka dengan penggunting besi berkali-kali. Setiap kali digunting, lidah dan bibir mereka kembali seperti biasa. Kata Jibrail: Itulah orang yang membuat fitnah dan mengatakan sesuatu yang dia sendiri tidak melakukannya.

09.Kaum yang mencakar muka dan dada mereka dengan kuku tembaga mereka. Kata Jibrail: Itulah orang yang memakan daging manusia (mengumpat) dan menjatuhkan maruah (mencela, menghinakan) orang.

10.Seekor lembu jantan yang besar keluar dari lubang yang sempit. Tak dapat dimasukinya semula lubang itu. Kata Jibrail: Itulah orang yang bercakap besar (Takabbur). Kemudian menyesal, tapi sudah terlambat.

11.Seorang perempuan dengan dulang yang penuh dengan pelbagai perhiasan. Rasulullah tidak memperdulikannya. Kata Jibrail: Itulah dunia. Jika Rasulullah memberi perhatian kepadanya, nescaya umat Islam akan mengutamakan dunia daripada akhirat.

12.Seorang perempuan tua duduk di tengah jalan dan menyuruh Rasulullah berhenti. Rasulullah S.A.W tidak menghiraukannya. Kata Jibrail: Itulah orang yang mensia-siakan umurnya sampai ke tua.

13.Seorang perempuan bongkok tiga menahan Rasulullah untuk bertanyakan sesuatu. Kata Jibrail: Itulah gambaran umur dunia yang sangat tua dan menanti saat hari kiamat.

Setibanya di masjid Al-Aqsa, Rasulullah turun daripada Buraq. Kemudian masuk ke dalam masjid dan mengimamkan sembahyang dua rakaat dengan segala anbia dan mursalin menjadi makmum.

Rasulullah S.A.W terasa dahaga, lalu dibawa Jibrail dua bejana yang berisi arak dan susu. Rasulullah S.A.W memilih susu lalu diminumnya. Kata Jibrail: Baginda membuat pilhan yang betul. Jika arak itu dipilih, nescaya ramai umat baginda akan menjadi sesat.

Semasa Mikraj ( Naik ke Hadhratul-Qudus Menemui Allah S.W.T );

Didatangkan Mikraj (tangga) yang indah dari syurga. Rasulullah S.A.W dan Jibrail naik ke atas tangga pertama lalu terangkat ke pintu langit dunia (pintu Hafzhah).

Di Langit Pertama: Rasulullah S.A.W dan Jibrail masuk ke langit pertama, lalu berjumpa dengan Nabi Adam a.s. Kemudian dapat melihat orang-orang yang makan riba dan harta anak yatim dan melihat orang berzina yang rupa dan kelakuan mereka sangat huduh dan buruk. Penzina lelaki bergantung pada susu penzina perempuan.

Di Langit Kedua: Nabi S.A.W dan Jibrail naik tangga langit yang kedua, lalu masuk dan bertemu dengan Nabi Isa A.S. dan Nabi Yahya A.S.

Di Langit Ketiga: Naik langit ketiga. Bertemu dengan Nabi Yusuf A.S.

Di Langit Keempat: Naik tangga langit keempat. Bertemu dengan Nabi Idris A.S.

Di Langit Kelima: Naik tangga langit kelima. Bertemu dengan Nabi Harun A.S. yang dikelilingi oleh kaumnya Bani Israil.

Di Langit Keenam: Naik tangga langit keenam. Bertemu dengan Nabi-Nabi. Seterusnya dengan Nabi Musa A.S. Rasulullah mengangkat kepala (disuruh oleh Jibrail) lalu dapat melihat umat baginda sendiri yang ramai, termasuk 70,000 orang yang masuk syurga tanpa hisab.

Di Langit Ketujuh: Naik tangga langit ketujuh dan masuk langit ketujuh lalu bertemu dengan Nabi Ibrahim Khalilullah yang sedang bersandar di Baitul-Makmur dihadapi oleh beberapa kaumnya. Kepada Rasulullah S.A.W, Nabi Ibrahim A.S. bersabda, "Engkau akan berjumapa dengan Allah pada malam ini. Umatmu adalah akhir umat dan terlalu dhaif, maka berdoalah untuk umatmu.

Suruhlah umatmu menanam tanaman syurga iaitu LA HAULA WALA QUWWATA ILLA BILLAH Mengikut riwayat lain, Nabi Ibahim A.S. bersabda, "Sampaikan salamku kepada umatmu dan beritahu mereka, syurga itu baik tanahnya, tawar airnya dan tanamannya ialah lima kalimah, iaitu: SUBHANALLAH, WAL-HAMDULILLAH, WA LA ILAHA ILLALLAH ALLAHU AKBAR dan WA LA HAULA WA LA QUWWATA ILLA BILLAHIL- 'ALIYYIL-'AZHIM. Bagi orang yang membaca setiap kalimah ini akan ditanamkan sepohon pokok dalam syurga".

Setelah melihat beberpa peristiwa lain yang ajaib. Rasulullah dan Jibrail masuk ke dalam Baitul-Makmur dan bersembahyang (Baitul-Makmur ini betul-betul di atas Baitullah di Mekah).

Di Tangga Kelapan: Di sinilah disebut "al-Kursi" yang berbetulan dengan dahan pokok Sidratul-Muntaha. Rasulullah S.A.W menyaksikan pelbagai keajaiban pada pokok itu: Sungai air yang tak berubah, sungai susu, sungai arak dan sungai madu lebah. Buah, daun-daun, batang dan dahannya berubah-ubah warna dan bertukar menjadi permata-permata yang indah. Unggas-unggas emas berterbangan. Semua keindahan itu tak terperi oleh manusia. Baginda Rasulullah S.A.W dapat menyaksikan pula sungai Al-Kautsar yang terus masuk ke syurga. Seterusnya baginda masuk ke syurga dan melihat neraka berserta dengan Malik penunggunya.

Di Tangga Kesembilan: Di sini berbetulan dengan pucuk pokok Sidratul-Muntaha. Rasulullah S.A.W masuk di dalam nur dan naik ke Mustawa dan Sharirul-Aqlam. Lalu dapat melihat seorang lelaki yang ghaib di dalam nur 'Arasy, iaitu lelaki di dunia yang lidahnya sering basah berzikir, hatinya tertumpu penuh kepada masjid dan tidak memaki ibu bapanya.

Di Tangga Kesepuluh: Baginda Rasulullah sampai di Hadhratul-Qudus dan Hadhrat Rabbul-Arbab lalu dapat menyaksikan Allah SWT dengan mata kepalanya, lantas sujud. Kemudian berlakulah dialog antara Allah dan Muhammad, Rasul-Nya:

Allah SWT : Ya Muhammad.

Rasulullah : Labbaika.

Allah SWT : Angkatlah kepalamu dan bermohonlah, Kami perkenankan.

Rasulullah : Ya, Rabb. Engkau telah ambil Ibrahim sebagai Khalil dan Engkau berikan dia kerajaan yang besar. Engkau berkata-kata dengan Musa. Engkau berikan Dawud kerajaan yang besar dan dapat melembutkan besi. Engkau kurniakan kerajaan kepada Sulaiman yang tidak Engkau kurniakan kepada sesiapa pun dan memudahkan Sulaiman menguasai jin, manusia, syaitan dan angin. Engkau ajarkan Isa Taurat dan Injil. Dengan izin-Mu, dia dapat menyembuhkan orang buta, orang sufaq dan menghidupkan orang mati. Engkau lindungi dia dan ibunya daripada syaitan.

Allah S.W.T : Aku ambilmu sebagai kekasih. Aku perkenankanmu sebagai penyampai berita gembira dan amaran kepada umatmu. Aku buka dadamu dan buangkan dosamu. Aku jadikan umatmu sebaik-baik umat. Aku beri keutamaan dan keistimewaan kepadamu pada hari kiamat. Aku kurniakan tujuh ayat (surah Al-Fatihah) yang tidak aku kurniakan kepada sesiapa sebelummu. Aku berikanmu ayat-ayat di akhir surah al-Baqarah sebagai suatu perbendaharaan di bawah 'Arasy. Aku berikan habuan daripada kelebihan Islam, hijrah, sedekah dan amar makruf dan nahi munkar. Aku kurniakanmu panji-panji Liwa-ul-hamd, maka Adam dan semua yang lainnya di bawah panji-panjimu. Dan Aku fardukan atasmu dan umatmu lima puluh (waktu) sembahyang.

Selesai munajat, Rasulullah S.A.W di bawa menemui Nabi Ibrahim A.S. kemudian Nabi Musa A.S. yang kemudiannya menyuruh Rasulullah S.A.W merayu kepada Allah S.W.T agar diberi keringanan, mengurangkan jumlah waktu sembahyang itu. Selepas sembilan kali merayu, (setiap kali dikurangkan lima waktu), akhirnya Allah perkenan memfardukan sembahyang lima waktu sehari semalam dengan mengekalkan nilainya sebanyak 50 waktu juga.

Selepas Mikraj:

Rasulullah S.A.W turun ke langit dunia semula. Seterusnya turun ke Baitul-Maqdis. Lalu menunggang Buraq perjalanan pulang ke Mekah pada malam yang sama. Dalam perjalanan ini baginda bertemu dengan beberapa peristiwa yang kemudiannya menjadi saksi (bukti) peristiwa Israk dan Mikraj yang amat ajaib itu (Daripada satu riwayat peristiwa itu berlaku pada malam Isnin, 27 Rejab, kira-kira 18 bulan sebelum hijrah). Wallahu'alam.

(Sumber : Kitab Jam'ul-Fawaa'id)

Sahabat yang dikasihi,

Kesimpulannya, Peristiwa Israk dan Mikraj bukan hanya sekadar sebuah kisah sejarah yang diceritakan kembali setiap kali 27 Rejab menjelang. Adalah lebih penting untuk kita menghayati pengajaran di sebalik peristiwa tersebut bagi meneladani perkara yang baik dan menjauhi perkara yang tidak baik. Peristiwa Israk dan Mikraj yang memperlihatkan pelbagai kejadian aneh yang penuh pengajaran seharusnya memberi keinsafan kepada kita agar sentiasa mengingati Allah S.W.T dan takut kepada kekuasaan-Nya.

Seandainya peristiwa dalam Israk dan Mikraj ini dipelajari dan dihayati benar-benar kemungkinan manusia mampu mengelakkan dirinya daripada melakukan berbagai-bagai kejahatan. Kejadian Israk dan Mikraj juga adalah untuk menguji umat Islam (apakah percaya atau tidak dengan peristiwa tersebut). Orang-orang kafir di zaman Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam langsung tidak mempercayai, malahan memperolok-olokkan Nabi sebaik-baik Nabi bercerita kepada mereka.

Peristiwa Israk dan Mikraj itu merupakan ujian dan mukjizat yang membuktikan kudrat atau kekuasaan Allah Subhanahu Wataala. Allah Subhanahu Wataala telah menunjukkan bukti-bukti kekuasaan dan kebesaran-Nya kepada Baginda Sallallahu Alaihi Wasallam.

Dengan kita mendengar dan menghayati kisah dan cerita yang berlaku di dalam peristiwa Israk dan Mikraj kita perlu ambil ikhtibar dan yakin bahawa bumi Baitulmaqdis Palestin yang menjadi tempat bermulanya Mikraj Nabi SAW adalah bumi penuh berkah dan terdapat Masjidil Aqsa (kiblat pertama umat Islam)

Baitulmaqdis dan Masjidil Aqsa adalah harta umat Islam yang telah dirampas oleh Zionis Yahudi laknatullah. Umat Islam perlu berusaha, berkorban dan berdoa semoga tempat suci umat Islam ini dapat dipulangkan kembali kepada pangkuan umat Islam. Peristiwa Israk dan Mikraj akan lebih bermakna apabila umat Islam seluruhnya dapat membantu saudara-saudara kita di Palestin dan dapat memulihkan dan menguasai Baitulmaqdis dan menghalau Yahudi laknatullah daripada menguasai dan membunuh saudara-saudara kita di Palestin.

- Artikel iluvislam.com

Sambutan Isra' Mi'raj :)


~✿~✿~✿~✿~✿~✿~✿~✿~✿~✿~✿~✿~✿~
بسم الله الرحمن الرحيم
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ

~✿~✿~✿~✿~✿~✿~✿~✿~✿~✿~✿~✿~✿~


Dr. Yusuf al-Qaradhawi berkata:
sumber: islamonline.net

Salah seorang ulama hadith dari kurun ke 7 bernama Abu al-Khattab ‘Umar bin Dahya, yang menulis kitab “Ada’ la wajaba fi bayan wad’ie al-wadhdha’ien fi syahr Rajab” menyebut di dalamnya: “Sesungguhnya sebahagian para Qusshas (pereka-pereka cerita) ada yang menyebut kononnya Nabi SAW diisra’kan pada bulan Rejab.” Katanya (Abu al-Khattab): “Ini suatu pembohongan.” Kenyataan ini diakui oleh Khatimatul al-Huffadz al-Hafidz Ibn Hajar al-‘Asqalani pensyarah kitab hadith al-Bukhari yang terkenal.

Saya sedia maklum bahawasanya dakwaan isra’ dam mi’raj berlaku pada malam 27 Rejab tidak terdapat walau satu hadith yang sahih, tidak terdapat juga satu pendapat yang sahih dari seorang sahabat, ia hanyalah pendapat yang telah termasyhur, dan pendapat sebahagian para ulama, dan pendapat ini dinisbahkan kepada al-Imam al-Nawawi, dan al-Imam al-Nawawi memilih pendapat ini di dalam fatwanya, dan al-Imam al-Nawawi adalah seorang yang diterima oleh umat Islam, maka masyhurlah pendapatnya ini, dalam masa ada ulama seperti Abu Ishak al-Harbiy, yang kami dapati beliau berpendapat isra’ dan mi’raj tidak berlaku pada malam 27 Rajab sebaliknya berlaku pada malam 27 Rabi’ul Awwal.

Saya sedia maklum tidak ada sesuatu yang pasti dalam perkara ini (penentuan tarikh Isra’ dan Mi’raj). Cumanya pendapat ini telah masyhur dan diketahui di kalangan umat Islam semenjak kurun-kurun mereka memperingati Isra’ dan Mi’raj pada malam tersebut. Dalam keadaan tidak berlaku pada malam tersebut (pada ketika itu) sebarang amalan atau ibadah. Malam Isra’ dan mi’raj ini tidak disyariatkan untuk kita (mengkhususkannya) dengan bangun malam atau berpuasa pada siang harinya.

Tidak dituntut juga daripada seseorang muslim untuk dia melakukan apa-apa amalan (yang khusus) untuk mendekatkan diri kepada Allah pada malam atau pada siang hari tersebut. Kerana itu umat Islam dahulu tidak memberi tumpuan kepada malam Isra’ dan Mi’raj. Persoalan menyambut hari Isra’dan mi’raj, jika ia dimaksudkan untuk mengambil pengajaran dari peristiwa yang agung ini dan apa-apa kesannya dalam kehidupan Nabi SAW dan ianya berlaku selepas tahun al-Huzn (tahun kesedihan) dan apa yang menimpa baginda, lalu Allah SWT hendak memuliakan Rasulullah SAW selepas orang ramai dan Quraisy menentang baginda, demikian juga selepas Bani Thaqif menentang baginda dan kesusahan-kesusahan yang baginda hadapi, selepas itu Allah menghendaki memuliakan baginda, lalu dalam perstiwa israk dan mi’raj baginda mendirikan solat bersama para nabi yang lainnya, dan baginda menjadi imam, baginda disambut oleh para malaikat dan para nabi di langit dan baginda dinaikkan ke langit yang tinggi sehingga ke tempat yang dinyatakan oleh Syauqiy:
“Baginda tidak diterbangkan dengan sayap dan tidak dijalankan dengan kaki.”

Perkara ini penting untuk kita ambil pengajaran dan i’tibar darinya, selama-mana tidak timbul darinya sebarang amalan atau ibadat (khusus). Jika demikian tidak ada sebarang halangan untuk kita menyambut peristiwa ini. Menyambut sesuatu membawa maksud mengambil berat dan memberi perhatian kepadanya, yakni perkara itu tidak dilupakan dan tidak ditinggalkannya.

Maka kita menyambut yakni mengambil berat tentang perkara isra’ dan mi’raj ini terutama padanya ada dua perkara yang penting: Pertama: Kaitan Masjid al-Aqsa, sebagai tempat penghujung Isra’ dan permulaan mi’raj. Isra’ tamat di masjid al-Aqsa dan Mi’raj bermula di masjid al-Aqsa hingga naik ke langit yang tinggi.

Maka kita perlu memerhatikan keadaan umat Islam pada masa sekarang di masjid al-Aqsa yag ditawan dalam genggaman yahudi. Sedangkan manusia lalai dari perkara utama ini, perkara yang paling utama nisbahnya bagi umat Islam pada masa kita sekarang ialah persoalan Palestin, dan persoalan Palestin terasnya ialah al-Quds, dan teras persoalan al-Quds adalah masjid al-Aqsa, maka kita mengambil peluang ini untuk mengingatkan orang ramai tentang persoalan Palestin dari peristiwa isra’ dan mi’raj dan perbicaraan tentang masjid al-Aqsa. Wallahu a’lam.


ويقول فضيلة الشيخ الدكتور يوسف القرضاوي عن تحديد ليلة الإسراء والمعراج:
ذكر أحد أئمة الحديث وهو أبو الخطاب عمر بن دحيا من أئمة القرن السابع، وله كتاب اسمه “أداء ما وجب في بيان وضع الوضَّاعين في شهر رجب”، وفي هذا كتب يقول: إن بعض القُصَّاص ذكروا أن النبي صلى الله عليه وسلم أُسري به في رجب، قال: وهذا هو عين الكذب، أقر هذا الكلام خاتمة الحفاظ الحافظ بن حجر العسقلاني شارح البخاري المعروف، وأنا أعرف أن موضوع ليلة السابع والعشرين من رجب لم يأت فيها حديث صحيح، ولا قول صحيح لأحد الصحابة إنما هو قول اشتهر، وقال به بعض الأئمة ونُسب إلى الإمام النووي، اختاره الإمام النووي في فتاواه، والإمام النووي رجل كان مقبولاً عند الأمة، فاشتهر قوله هذا، على حين أن هناك مثلاً الإمام أبا إسحاق الحربي نجده يقول إن الإسراء والمعراج ليس في ليلة السابع والعشرين من رجب بل في ليلة السابع والعشرين من ربيع الأول.
و أنا أعلم أنه لم يثبت شيء في هذا، وأن هذا قول اشتهر وأصبح معروفاً عند المسلمين منذ قرون أنهم يذكرون الإسراء والمعراج في هذه الليلة، ونظراً لأنه لا يترتب على ذلك عمل أو عبادة، فهذه الليلة لا يُشرع فيها قيام ولا يُشرع في صبيحتها صيام، ولا يُطلب من المسلم أي عمل يتقرب به إلى الله في تلك الليلة أو في ذلك اليوم، ولذلك المسلمون لم يهتموا بهذا الأمر، مسألة الاحتفال إذا كان المقصود بالاحتفال تدارس هذا الحدث العظيم وما كان له من أثر في حياة النبي صلى الله عليه وسلم وأنه جاء بعد عام الحزن وبعدما أصابه، أراد الله سبحانه وتعالى أن يسرِّي عن رسوله صلى الله عليه وسلم وأن يكرِّمه بعد أن أعرض عنه الناس في الأرض وأعرضت عنه قريش وأعرضت عنه ثقيف بعد رحلته إلى ثقيف، ولقي منهم ما لقي ، بعد هذا أراد الله أن يكرِّمه فيصلي بالأنبياء إماماً ويستقبله الملائكة ويستقبله النبيون في السماوات ويعرج به إلى السماوات العلا إلى مكان كما قال شوقي:
لا يُطار لها على جناح ولا يسعى على قدم
فهذا هو المهم أن نعتبر ونستفيد ونأخذ الدروس من هذه القصة ،فلذلك مادام لا يترتب على هذا عمل ولا يترتب على هذا عبادة ،لا مانع أن نحتفل أو نحتفي بهذه المناسبة.
واحتفل بالشيء في اللغة العربية يعني اهتم به وأعطى لهالعناية أي لم ينسه ولم ينشغل عنه، فنحن نحتفل أي نهتم بهذا الأمر وخصوصاً أن الإسراء والمعراج فيه أمران مهمان، الأمر الأول هو أنه مرتبط بالمسجد الأقصى منتهى الإسراء ومبتدأ المعراج، الإسراء انتهى إلى المسجد الأقصى والمعراج ابتدأ من المسجد الأقصى إلى السماوات العلا، ونحن في حاجة إلى أن نذكر المسلمين في عصرنا هذا وفي أيامنا هذه بالمسجد الأقصى الأسير في أيدي اليهود.
فالناس مشغولون عن هذه القضية المحورية والمركزية، القضية الأولى بالنسبة للمسلمين في عصرنا هذا هي قضية فلسطين وقضية فلسطين لُبُّها وجوهرها القدس، ولُبُّ القدس وجوهره المسجد الأقصى، فنحن ننتهز هذه الفرصة ونذكر الناس بقضية فلسطين من خلال ذكرى الإسراء والمعراج والحديث عن المسجد الأقصى.
والله أعلم

http://soaljawab.wordpress.com/2008/07/31/menyambut-isra-dan-miraj/

20130602

Sirajan Wahhaja :D



بسم الله الرحمن الرحيم


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ

" Maha Suci Allah, Yang Mengetahui dan Yang Terbaik"






Segala puji bagi Allah, Allah, hanya yang layak dipuji dan disembah, pencipta segala ciptaan.

Memulakan misi dengan menulis kembali ayat-ayat Al-Quran beserta makna, banyak perkataan yang buat ana terfikir, kenapa digunakan perkataan ini? kenapa itu dan ini? Lalu cubalah ana mencari-cari jawapan di internet ini, dan jawapan yang dijumpai setakat ini mengagumkan minda menebalkan iman insyaAllah!

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya..."(Surah Yunus : 5)

Masa di mana ilmu metafizik tidak dapat membedakan antara sinar dan cahaya, kita menemui konsep sains al Quran dalam masalah ini salah satunya Al Quran menerangkan tentang matahari. Al Quran mengilustrasikan matahari sebagai sinar dan menggambarkan bulan sebagai cahaya,ini adalah satu bentuk ayat wasfiyah,sebagaimana Firman Allah SWT:

هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاء وَالْقَمَرَ نُوراً وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُواْ عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللّهُ ذَلِكَ إِلاَّ بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Artinya: "Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya..."(Surah Yunus : 5)

Sinar adalah suatu yang terpancar langsung dari benda yang terbakar serta bercahaya dengan sendirinya manakala sinar ini jatuh pada benda yang gelap maka sinar tersebut akan memancar. 
تَبَارَكَ الَّذِي جَعَلَ فِي السَّمَاء بُرُوجاً وَجَعَلَ فِيهَا سِرَاجاً وَقَمَراً مُّنِيراً 

Artinya: "Maha suci Allah yang menjadikan di langit gugusan bintang (buruj) dan menjadikan padanya siraaj dan bulan yang munir." (surah al-Furqan ayat 61)

Hal yang sama ditekankan dalam surah al-Naba' ayat 13 yang bermaksud, "Dan Kami yang jadikan siraajan wahhaaja (iaitu matahari)."

Dalam surah an-Nuh ayat 15 hingga 16 pula Allah berkata, "Tidakkah Kamu perhatikan bagaimana Allah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat dan Allah menciptakan pada langit-langit itu bulan sebagai nuur dan matahari sebagai siraaj."

Di dalam Hans Wehr: A Dictionary Of Modern Written Arabic, siraj diertikan sebagai 'lamp', 'light' yang bermaksud 'pelita', 'lampu,. Makna wahaaja pula adalah burn, blaze, flame yang bermaksud membakar, menyala, berapi. Justeru matahari sebagai siraaj dan siraajan wahaaja mengeluarkan cahaya sendiri melalui proses tertentu yang berlaku di dalamnya.
Nuur diertikan sebagai brightness, gleam, glow yang bermaksud bercahaya, menyilau. Muniir pula diertikan sebagai luminous, radiant, shining yang bermaksud bercahaya, bersinar. Justeru bulan sebagai nuur dan muniir tidak mengeluarkan cahaya sendiri sebaliknya ia mamantulkan cahaya matahari yang menimpanya.

Ayat-ayat ini menjelaskan mengenai perbezaan antara matahari dan bulan dalam konteks cahaya yang dikeluarkan kedua-duanya. Mengikut al-Quran, matahari membakar dan dengan itu mengeluarkan cahaya sedangkan bulan hanya bersinar iaitu menerima dan memantulkan cahaya. Kiasannya adalah seperti lampu dan cermin, lampu mengeluarkan cahaya, sedangkan cermin hanya memantulkan cahaya.
Kenyataan ini adalah selari dengan penemuan sains semasa kerana matahari adalah sebuah bintang sedangkan bulan adalah satelit. Seperti bintang-bintang yang lain, kestabilan matahari dan sinaran cahaya yang keluar daripadanya bergantung kepada tenaga yang mampu dihasilkannya.

Perbezaan jelas antara sinar dan cahaya sudah diterangkan oleh Allah SWT 1400 tahun silam yang menjadi penegas bagi mukjizat sains Al Quran Al Karim.
Sebenarnya ilmu metafizik yang ada dalam kehidupan kita waktu ini merupakan akumulasi ilmu pengetahuan di kurun ke 21 tetapi baru beberapa tahun terakhir sahaja ilmu metafizik dapat membezakan di antara sinar dan cahaya.

Sumber: Quran Saintifik, Dr. Danial Zainal Abidin

~~~~~~~~~

Buku harus milik nie, nanti pulang akan ana beli buku ini, moga Allah berkati ilmu yang diturunkan kepada hamba-hambaNya :D


20130601

Saat suasana berbicara :D


بسم الله الرحمن الرحيم

" antara sebab ana berhempas "
(^_^)


you know the feels better,
and they don't,
so chill out,
like Prophet Muhammad S.A.W
said to people of Thaif,
" just be kind, they do not know "
smile (^_^)

3rd surgery :)


بسم الله الرحمن الرحيم

"Hurt"

 
Alhamdulillahi 'ala kulli hal 

Benda baru yang ana belajar kali ini, nak kurangkan sakit dan elak pendarahan yang banyak, harus dihentikan sumber pengaliran darah tersebut tapi tak boleh lama nanti cell mati.

Tak banyak dapat diatasi dari tindakan ini namun boleh mengurangkan sedikit dari banyaknya

Akan diusahakan lagi bulan Jun ini.

Ya Allah, sebagaimana Engkau memberi kekuatan padaku sebelum ini, maka berikan kekuatan padaku pada waktu kini dan masa depan, ameen :)

When Allah hit you down to the ground, He wants you to realize that there is still ground to land and there is still sky to look up.

Keep fighting to the end of battle of Ummah!